Mengatasi Bullying melalui Pendidikan Karakter Islami

rm
0




Pada hakikatnya pendidikan memiliki dua tujuan yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan mendorong manusia untuk menjadi lebih baik. Artinya manusia cerdas lebih mudah dari pada mendorong manusia menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masalah moral merupakan persoalan mendasar yang mengisi kehidupan manusia kapan pun dan di mana pun. 

Di kalangan pelajar dan mahasiswa kerusakan moral sedang marak terjadi, perilaku menyimpang, etika, moral, dan hukum dari yang ringan sampai yang berat sering kali mereka perlihatkan. Salah satu contohnya pada saat ini sering kita jumpai tindak kekerasan (bullying). Perilaku negatif ini menunjukkan kerapuhan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung. 


Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik di sekolah dasar, biasanya bullying terjadi berulang kali, bahkan ada yang dilakukan secara terencana. 


Dalam Islam, Bullying telah ada sejak zaman dahulu, salah satu contohnya yaitu terjadi pada zaman Nabi Yusuf a.s. Nabi Yusuf mengalami kekerasan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya sebagaimana terekam dalam Al-Qur’an. Hal ini berawal dari kecemburuan kakak-kakak Yusuf karena Ayah mereka, nabi Ya’kub a.s lebih menyayangi Yusuf dan adiknya Benjamin. Sebenarnya hal itu wajar karena Yusuf dan Benjamin telah ditinggalkan wafat ibunda mereka saat mereka masih kecil. Namun, perlakuan spesial ayahnya kepada Yusuf membuat mereka dengki. Kemudian mereka pun berkumpul dan merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Yusuf. Awalnya salah satu dari mereka merencakan untuk membunuh Yusuf, tetapi akhirnya mereka sepakat untuk menenggelamkannya ke sebuah sumur. Tetapi sebelum Yusuf dimasukan ke sumur mereka menganiaya Yusuf terlebih dahulu. (Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith) 


Saat ini, hampir seluruh belahan dunia sudah melakukan pelarangan terhadap bullying dan hukuman yang setimpal bagi pelakunya. Namun, jauh sebelum itu, al-Qur’an telah menjelaskan pelarangan bullying. Hal itu dapat dilihat dalam Q.S. al-Hujurat [49]. Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuanperempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim. 


Ayat di atas menjelaskan tentang larangan mengolok-olok, menghina, mengejek dan merendahkan terutama di kalangan orang beriman. Dalam larangan ini tampak bahwa orang-orang yang suka mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain, niscaya lupa akan kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Nabi Muhammad saw. pernah mengingatkan bahwa, “kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah manusia.” 


Guna menanggulangi permasalahan tersebut, Islam sebagai agama memiliki aturan dan sistem yang sempurna. Kesempurnaan itu menyangkut aturan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan makhluk lainya (alam). Oleh karena itu Islam dinamakan agama rahmatan lil’alamin. Menghormati agama lain dan sesama pemeluk agama yang berbeda juga dianjurkan saling menghormati. Hal ini juga diabadikan dalam Q.S Al-Kafirun ketika terjadi perselisihan antar umat menyangkut agama, pesan ayat tersebut memberikan ajaran bagi kita untuk terciptanya kerukunan umat beragama, menghargai perbedaan keyakinan, toleransi sesama umat beragama dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. 


Berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam yang sempurna tadi, untuk mengembalikan pengetahuan, pemahaman, dan perilaku beragama agar tercipta keharmonisan, kerukunan, serta kesahajaan dalam kehidupan dan hidup beragama, maka pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam diharapkan dapat mengatasi permasalahan Bullying yang ada. 


Pertama, Pengertian Pendidikan Karakter Islami. Lickona (Q-Anees, 2008: 98) menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya dengan sengaja menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar inti nilai-nilai etis. Seseorang dapat dikatakan berkarakter bila seseorang tersebut perilakunya sesuai dengan kaidah moral Pendidikan karakter dalam Islam berarti pendidikan karakter sebagaimana dalam pengertian secara umum yang didasarkan pada segi-segi ajaran Islam sebagai substansi materi yang produknya adalah karakter Islami yaitu karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. (Aminudin dkk, 2006). Dalam konteks pendidikan karakter, yang menjadi unsur utama. Pendidikan karakter berdasarkan Islam artinya pendidikan karakter yang mana komponennya mencakup pengetahuan moral, perasaan tentang moral, dan perbuatan moral yang mencakup pada akhlak mulia, dan budi pekerti yang baik. Moral-moral tersebut dijajaki dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Islam dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Penerapan pendidikan karakterini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang islami dan toleran. 


Kedua, Pengertian Tindak Kekerasan (Bullying). Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa inggris. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang sering kali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan atau intimidasi (Susanti, 2016). Bullying merupakan serangan berulang secara fisik, psikologi, sosial, ataupun verbal yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Hal itu merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku kasar, bisa secara fisik, psikis melalui kata-kata ataupun kombinasi dari ketiganya. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban. Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik disekolah dasar, biasanya bullying terjadi berulang kali, bahkan ada yang dilakukan secara terencana. 


Ketiga, Jenis-jenis Tindakan Bullying. Barbara (2006:47-50) membagi jenis- jenis bullying ke dalam empat jenis,yaitu: a. Bullying secara verbal, perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-suratyang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gossip, dan sebagainya. b. Bullying secara fisik, yang termasuk dalam jenis ini ialahmemukuli, menendang,menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang- barang milik anak yang tertindas. Bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. c. Bullying secara rasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini paling sulit di deteksi dari luar. d. Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti computer, handphone, internet,website, chatting room, email, SMS dan sebagainya. 


Pada umunya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/ emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51). 


Keempat, Faktor Penyebab Bullying Bullying terjadi karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban dan lingkungan dimana bullying tersebut terjadi. Pada umumnya, faktor resiko anakkorban bullying yaitu: (1) dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok seeprti lebih kurus,gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang lain, berbeda dalam status ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau menjadi siswa/ siwi baru; (2) dianggap lemah atau tidak dapat membela diri; (3) memiliki rasa percaya diri yang rendah; (4) kurang popular dibandingkan dengan yang lain, tidak memiliki banyak teman. 


Sedangkan untuk pelaku bullying meliputi beberapa karakteristik seperti: (1) peduli dengan popularitas, memiliki banyak teman, dan senang menjadi pemimpin diantara teman- temannya. Mereka dapat berasal dari keluarga yang berkecukupan, memiliki rasa percaya diri tinggi, dan memiliki prestasi bagus di sekolah. Biasanya mereka melakukan bullying untuk meningkatkan status dan popularitas di antara teman-teman mereka; (2) pernah menjadi korban bullying sehingga mengalami kesulitan diterima dalam pergaulan, kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mudah terbawa emosi, merasa kesepian dan mengalami depresi; (3) memiliki rasa percaya diri yang rendah, atau mudah dipengaruhi oleh teman-temannya. Mereka dapatmenjadi pelaku bullying karena mengikuti perilaku teman-teman mereka yang bullying, baik secara sadar maupun tidak sadar. 


Menurut psikolog Seto Mulyadi, bullying disebabkan karena: (1) saat ini remaja di Indonesia penuh dengan tekanan, terutama yang datang dari sekolah akibat kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit bagi remaja untuk meyalurkan bakatnon akademisnya. Penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan menyiksa; (2) budaya feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus nurut sama yang atas. 


Kelima, Upaya Mengatasi Tindak Kekerasan (Bullying) Melalui Pendidikan Karakter Islami Pendidikan karakter islami dapat dilaksanakan melalui beberapa strategi: (1) strategi keteladanan; (2) stategi pembiasaan; (3) strategi pemberian nasihat; (4) strategi pemberian janji dan ancaman; (5) strategi kedisiplinan dengan ketegasan dan kebijaksanaan. (Abdurrahman An Nahlawi, 2000) Berbagai strategi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa tahapan – tahapan dalam proses internalisasi melalui tiga tahap yaitu: (1) Tahap Transformasi Nilai: Pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh. Pendidik memberikan informasi tentang nilai-nilai yang baik dan kurang baik. (2) Tahap Transaksi Nilai: yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara siswa dengan guru yang bersifat interaksi timbal balik. Dalam tahapan ini guru bukan hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata dan siswa diminta memberi respon yang sama yakni, meneriman dan mengamalkan nilai tersebut. 


Selain dari strategi yang dilakukan juga perlu adanya aksi nyata sebagai upaya dalam mnecegah perilaku Bullying: ( 1) Melarang Siswa melakukan tindakan Bullying, karena perbuatan tersebut sangat tidak patut terjadi; (2) Memberikan penguatan kepada para siswa, agar dirinya menjadi orang yang percaya diri; (3) Memberikan dorongan kepada siswa agar mereka berani menghadapi persoalannya dengan sendiri dengan cara yang santun dan bijaksana; (4) Berdoa agar di beri kesabaran dan terhindar dari korban penindasan; (5) Bila terjadi, agar melaporkan kepada guru atau pihak yang berwenang; (6) Memberi sanksi tegas kepada pelakunya. 


Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Perilaku bullying harus segera di hentikan meskipun dalam mewujudkannya membutuhkan bantuan dari berbagai elemen pendidikan seperti guru, siswa sendiri, keluarga dan seluruh staf sekolah, sehingga bullying tidak disikapi sebagai suatu tindakan wajar dan bukan bentuk dari penyiksaan yang menimbulkan korban. 


Pendidikan Karakter Islami memiliki peranan penting dalam membentuk kekuatan moral, akhlak mulia, dan budi pekerti bagi pelajar atau mahasiswa. Pelajar atau mahasiswa yang mampu mengamalkan nilai-nilai islam yang bersumber dari keteladanan Rasulullah dalam bersikap dan berperilaku akan mudah mengurangi perilaku Bullying.

Penulis, Mei Tri Listari, S.Pd.I, M.Pd, Kepala SDIT Al Fityan School Bogor.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)