Membuka Isolasi Daerah Pedalaman

rm
0

 


RepublikMenulis.com
 - Konektivitas atau keterhubungan antarwilayah, antarkabupaten, antarprovinsi sampai antarkepulauan, menjadi hal penting yang terus ditingkatkan oleh pemerintah.

Sejak 2016 pemerintah terus membangun dan mengembangkan bandar udara, serta mengedepankan penyelenggaraan angkutan udara perintis dalam mendukung konektivitas daerah terluar, tertinggal, terdepan, dan perbatasan (3TP). Pembangunan bandara udara baru dinilai penting demi konektivitas wilayah, utamanya untuk mobilitas warga dalam memperpendek jarak dan waktu dari bandara yang lebih jauh di kota-kota besar.

Hingga 2024, diharapkan ada 21 bandara baru yang terealisasi seperti pada 2020 berdiri Bandara Buntu Kunik di Tana Toraja, Sulawesi Selatan; Bandara Ngloram di Cepu, Jawa Tengah (2021); dan Bandara Nabire Baru, Papua Tengah (2022).

Sampai penghujung 2024 masih ada beberapa bandara yang terus dikebut pengerjaannya, antara lain Bandara Siboru Fakfak (Papua Barat), Mandailing Natal (Sumatra Utara), Banggai Laut (Sulawesi Tengah), Sobaham Yahukimo (Papua Pegunungan), Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Singkawang (Kalimantan Barat), Pohuwato (Gorontalo), serta Bandara Kediri (Jawa Timur) yang dibangun dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Ketika meresmikan Bandara Ewer di Asmat, Papua Selatan, beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi mengutarakan jika konektivitas atau keterhubungan antarwilayah, antarkabupaten, antarprovinsi sampai antarkepulauan, menjadi hal penting yang terus ditingkatkan oleh pemerintah.

“Konektivitas dapat mempercepat mobilitas masyarakat dan juga barang serta dapat membuka isolasi wilayah sehingga mempercepat pengiriman logistik,” kata Kepala Negara.

Dalam periode 2014-2024 ditargetkan total terdapat 25 bandara yang dibangun, termasuk 7 bandara lanjutan yang belum rampung dibangun. Selain itu, ada 14 revitalisasi atau pembangunan bandara APBN/non-APBN yang sudah selesai dibangun.

“Ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan terbukanya akses, pergerakan manusia maupun logistik semakin lancar dan diharapkan dapat mendorong tumbuhnya titik ekonomi baru,” ucap Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Senin (25/12/2023).

Sebagai ilustrasi, Bandara Ewer yang diresmikan pada Juli 2023, memiliki terminal bandara seluas 488 m2, atau lebih luas dari terminal lama yakni 120 meter persegi, yang dapat memuat kapasitas hingga 14 ribu penumpang per tahun. Pengembangan bandara ini telah dilakukan sejak 2018 hingga 2022 dengan total anggaran Rp287 miliar yang berasal dari APBN.

Setelah dikembangkan, bandara ini memiliki landasan dengan ukuran 1.650m x 30m sehingga mampu didarati pesawat tipe ATR 72-600 untuk penumpang maupun kargo. Bandara Ewer akan menjadi titik sentral yang sangat strategis untuk melayani penerbangan dari dan ke bandara yang lebih besar, seperti Timika atau Merauke, maupun menuju bandara yang lebih kecil di wilayah pedalaman Papua.

Selanjutnya, Bandara Siboru yang diresmikan pada November 2023 lalu, memiliki luas terminal 4.600 m² yang dapat menampung hingga 153.945 penumpang per tahun. Total anggaran pembangunan bandara senilai Rp891 miliar menggunakan APBN melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Bandara Siboru ini akan menjadi jembatan udara di wilayah Papua Barat, menghubungkan Fakfak dengan daerah-daerah yang lain Fakfak ke Sorong, ke Timika, ke Kaimana, ke Amahai, ke Babo, ke Dobo, ke Bintuni, dan lain-lainnya. Dan, Bandara Douw Aturure yang berada di Provinsi Papua Tengah juga akan menghubungkan Nabire dengan beberapa kota di Papua, seperti Timika, Manokwari, dan Jayapura.

Bandara ini memiliki panjang runway 1.600 meter x 30 meter dan akan menjadi sarana akomodasi transportasi udara yang utama di Kabupaten Fakfak menggantikan fasilitas bandara sebelumnya yaitu Bandara Torea di mana panjang runway hanya 1.200 meter x 30 meter dan tidak dapat diperluas lagi.

Kemudian, Bandara Mentawai memiliki terminal penumpang berukuran 1600 m2 yang mampu menampung penumpang sekitar 53 ribu lebih penumpang per tahun. Pembangunan bandara ini dibiayai melalui sumber pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan total anggaran sebesar Rp487 miliar.

Keberadaan Bandara Mentawai memperlancar konektivitas dari Kota Padang ke Kabupaten Mentawai dan sekitarnya maupun sebaliknya.

Bandara ini memiliki panjang runway 1.500 x 30 meter, yang dapat dilandasi pesawat yang lebih besar yaitu ATR 72-600. Sebelumnya, bandara yang lama hanya bisa dilandasi pesawat kecil jenis Cessna Grand Caravan berkapasitas 12 orang dengan panjang runway 850 x 23 meter.

“Kehadiran bandara-bandara ini diharapkan juga akan mendongkrak potensi pariwisata di daerah masing-masing. Untuk itu diperlukan sinergi yang baik dari pemerintah daerah untuk mengoptimalkannya. Misalnya yaitu dengan menyelenggarakan berbagai event daerah, nasional dan internasional, mempromosikan destinasi wisata di daerahnya, dan upaya lainnya untuk mendorong tingkat okupansi pesawat,” tukas Menhub.

Penulis: Kristantyo Wisnubroto. Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari. Sumber: https://indonesia.go.id/kategori/editorial/7967/membuka-isolasi-daerah-pedalaman?lang=1

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)