Republikmenulis.com -- Bendung modular sudah digunakan pada beberapa daerah terutama kawasan terpencil. Di Sungai Gugubali, pembangunan dilakukan pada 2018 dan digunakan 2019.
Bendungan adalah salah satu infrastrukur penting sektor pertanian karena kemampuannya dalam menampung dan memasok air melewati saluran irigasi guna mengairi lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Meski Indonesia dialiri oleh sekitar 4.400 sungai besar dan kecil, pada kenyataannya melansir data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sejauh ini baru terbangun sebanyak 292 unit bendungan.
Jumlah tersebut tentu belum memadai untuk mengairi sekitar 63,2 juta hektare lahan pertanian di Indonesia. Tentu tidak adil jika membandingkan dengan Korea Selatan yang telah membangun sebanyak 20.000 unit bendungan atau Tiongkok yang memiliki sekitar 98.000 unit bendungan. Kendati demikian, bendungan tetap menjadi infrastruktur prioritas karena kehadirannya menjadi benteng terdepan demi ketahanan pangan.
Membangun bendungan menggunakan cara konvensional membutuhkan waktu dan dukungan anggaran yang tidak sedikit. Belum lagi jika terdapat kendala dari sisi aksesibilitas. Oleh sebab itu dilakukan sejumlah inovasi supaya tercipta cara lebih efisien dalam membangun bendungan. Salah satu yang dilakukan adalah menggunakan teknologi modular dengan memanfaatkan modul berupa blok beton terkunci yang didesain khusus.
Blok-blok beton berbentuk kubus serta balok kaki enam dan kaki delapan tersebut desainnya dibuat dengan pola saling menyambung secara manual, mirip seperti menyusun balok-balok dalam permaianan lego. Ada sejumlah keunggulan dari dam bertipe bendung pengendali sedimen (BPS) ini. Yaitu menghemat waktu dan anggaran hingga 40 persen, tidak membutuhkan alat-alat berat karena blok betonnya langsung dicetak di lokasi (precast).
Berat dari setiap blok beton ini sekitar 170 kilogram sehingga cukup diangkut oleh paling banyak tiga orang menuju lokasi bendungan. Sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Bendungan modular dapat diterapkan pada aliran sungai transisi (upper middle reach) dengan material sedimen dominan berupa pasir bercampur kerikil dan batuan breksi. Bendung bertipe bongkar pasang (knock down) ini dapat dibangun pada aliran sungai utama, sekunder, atau tersier.
Bendung jenis ini sudah diterapkan di beberapa daerah terutama kawasan terpencil seperti di Sungai Gugubali, Desa Tiley, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Pembangunannya dilakukan pada tahun 2018 dan digunakan setahun kemudian. Bendungan selebar 30 meter itu pernah diungkap oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun miliknya @jokowi di platform media sosial Instagram pada 23 September 2019.
"Bentuknya sungguh indah seperti susunan balok warna biru dan kuning selang-seling yang di sela-selanya mengalir air dari bendungan di atasnya. Nah, balok-balok biru itu adalah susunan blok-blok beton tipe Pusair yang saling mengikat dan mengunci, membentuk struktur ambang dan pelimpah bendung," tulis Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga menuliskan, bendung modular dibuat untuk menaikkan tinggi muka air sungai dan hasilnya mampu membendung air dengan baik dan dapat beradaptasi dengan lingkungan. "Inovasi dan teknologi diperlukan dalam pengembangan infrastrukur untuk menjadi lebih cepat dan lebih murah. Dan satu hal lagi, ini karya anak bangsa," lanjutnya.
Benar sekali apa yang dikatakan mantan Gubernur Jakarta itu karena sejatinya bendung modular ini diciptakan oleh James Zulfan, seorang aparatur sipil negara (ASN) pada Balai Hidrolika dan Geoteknik Keairan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Seperti dikutip dari kanal YouTube Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), James menyebutkan bahwa bendungan yang ia ciptakan memiliki kekuatan dan fungsi serupa dengan bendungan konvensional pada umumnya. "Bendung modular ini dibuat untuk menjawab tantangan dunia konstruksi, khususnya dalam membangun infrastruktur pengairan agar lebih cepat dan efisien dalam hal waktu dan pengerjaan," ujar James.
Dia bersama tim telah melakukan serangkaian uji coba di Laboratorium Hidrolika dan Geoteknik guna mendapatkan desain paling optimal untuk dipakai di lapangan. Blok-blok beton berdesain seperti balok-balok lego berguna untuk mengikat material sedimen sungai termasuk sampah dan didesain agar tahan terhadap abrasi.
Pada tahap awal, Sungai Cikarat di Kabupaten Majalengka menjadi lokasi percontohan dibangunnya bendung modular pada 2013. Setelah sukses dibangun di Majalengka, James bersama timnya bergerak menuju Kali Sade di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada 2016. Aliran air di Desa Batujai, Kecamaan Praya Barat, itu menjadi pemasok utama untuk Bendungan Batujai.
Keberadaan bendungan modular di Kali Sade adalah sebagai penyapih sedimen sungai sebelum masuk ke Bendungan Batujai untuk menghindari terjadinya pendangkalan karena sedimentasi material pasir, lumpur, dan batu kerikil. Penumpukan sedimen ini dapat memicu pertumbuhan gulma seperti tanaman eceng gondok. Bendungan modular turut dibangun di aliran Sungai Cipamingkis sebagai cekdam. Penulis: Anton Setiawan. Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari. Sumber: https://indonesia.go.id/kategori/budaya/8310/bendung-modular-penjaga-irigasi-karya-anak-bangsa?lang=1.
Keterangan Foto: Teknologi Bendung Modular untuk menaikan tinggi muka air Sungai Gugubali di Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. HO/Kementerian PUPR.