Republikmenulis.com -- Hampir tidak mungkin masyarakat di perkotaan tidak mengenal Giant, sebuah supermarket ternama di masa kejayaannya. Giant, adalah perusahaan asal Malaysia sekaligus nama supermarket yang sering dijumpai khususnya di kota besar Indonesia. Warna kuning yang khas, membuat setiap orang yang terbiasa belanja di Supermarket tentu akan selalu teringat dengan nama tersebut. Memulai gerai pertamakali dengan nama Giant Hypermarket tahun 2002 di Tangerang, Banten, si “Besar” ini menyediakan berbagai produk untuk kebutuhan sandang seperti makanan, minuman hingga peralatan sekolah bahkan perlengkapan rumah tangga.
Pada tahun 2013,
Giant mencoba diversifikasi bisnisnya menjadi dua kelompok yaitu Giant Ekstra
dan Giant Ekspres. Perubahan identitas ini dengan maksud membagi konsep sesuai kebutuhan
Masyarakat Indonesia dimana Giant Ekstra melayani produk yang lengkap untuk
kebutuhan bulanan konsumen, sedangkan Giant Ekspres untuk melayani produk cepat
sesuai kebutuhan mingguan konsumen. PT. Hero Supermarket Tbk sebagai pengelola
Giant telah membuka cabang dengan rincian, 46 Hypermarket Giant dan 104 gerai Supermarket
Giant di Indonesia.
Pada tahun 2021,
setelah pandemi covid-19 mulai mereda, Giant memutuskan untuk menutup seluruh
gerai yang sudah pernah beroperasi selama lebih dari 18 tahun lamanya. Penerapan
konsep jaga jarak yang diterapkan oleh Pemerintah pada covid-19 membuat Giant mencapai
titik akhir masa kejayaannya dan mengalami kecenderungan kebangkrutan. PT. Hero
Supermarket melihat juga bahwa konsep minimarket seperti indomaret dan alfamart
ternyata justru masih tangguh dan sanggup bertahan bisnisnya pasca covid-19.
Di sisi lain, percepatan
dunia digitalisasi dan pola transaksi secara e-commerce seolah tidak dapat
terhindarkan, sehingga ini menjadi salah satu alasan mengapa Giant memutuskan
untuk tutup. Digitalisasi memberi pengaruh besar terhadap minat dan Keputusan
seseorang untuk keluar rumah karena cukup dengan menggunakan perangkat
smartphone dan tanpa menggerakkan badan, konsumen sudah dapat bertransaksi.
Istilah tersebut lebih populer dikenal sebagai “mager” atau malas gerak. Hal
ini tentu berpengaruh juga terhadap pola transaksi para pelanggan lama Giant.
Tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih, barang yang ingin di beli sudah bisa
sampai ke rumah dengan relatif cepat. Berbagai kemudahan pembelian menggunakan
akses digital cenderung lebih efektif dan mudah.
Group PT Hero
Supermarket, Tbk telah tepat dan cepat dalam mengambil Keputusan. Dengan
berbagai pertimbangan dan informasi yang dimiliki, Group sigap dalam mengambil
Keputusan yakni memusatkan perhatian bisnis pada merek dagang lain yang lebih
potensial di bawah Groupnya seperti IKEA, Guardian dan HERO Supermarket.
Keputusan penting lainnya yaitu beberapa lokasi gerai Giant yang diproyeksikan ditutup
dapat dialih fungsi menjadi IKEA. Sampai saat ini, gerai IKEA, Guardian dan
Hero Supermarket ramai dikunjungi dan masih terus berkembang.
Alasan PT. Hero
Supermarket, Tbk menutup Giant telah disampaikan oleh Patrik Lindvall, sebagai
Presiden Direktur PT. Hero Supermarket Tbk bahwa perusahaan terus beradaptasi
terhadap dinamika dan trend pelanggan yang terus berubah, salah satunya ialah
penurunan popularitas format hypermarket dalam beberapa tahun belakangan ini di
Indonesia. Akan tetapi sebuah trend juga terlihat di pasar Global. Manajemen
Group Hero meyakini bahwa sektor peralatan rumah tangga, kesehatan, kecantikan,
serta kebutuhan sehari hari untuk kelas atas mempunyai potensi yang lebih
tinggi.
Presiden Direktur
pun menyatakan bahwa perusahaan dalam jangka beberapa tahun kedepan akan
menargetkan 4 kali lipat lebih dari sebelumnya, yakni jika dibandingkan 2020
silam. Dan terbukti mampu membuka hingga 100 gerai Guardian baru sampai akhir
tahun 2022
Keputusan yang
diambil PT. Hero Supermarket patut diberi apresiasi karena sudah tepat
dilakukan. Strategi yang disusun oleh PT. Hero Supermarket Tbk terlihat
sederhana namun dapat dijadikan panutan. Upaya yang dilakukan manajemen Group
Hero terbukti mampu mencegah dari kerugian yang mungkin bisa jauh lebih besar
lagi. Menjadi tantangan tersendiri bagi pebisnis ritel yang masih eksis di era
digital sekarang ini. Sanggupkah belajar dari kasus Giant ataukah akan tergerus
oleh zaman. Tidak ada salahnya belajar hal kecil dari si “Besar”.
ontributor: Vinda Ruslia M., Siti Rohmah Nur Padilah, Nadia Aulia K. Editor: Finantyo Eddy.