Republikmenulis.com -- Seperti kita ketahui bersama, PT. Nyonya Meneer, merupakan perusahaan jamu legendaris yang telah berdiri sejak 1919, namun faktanya harus menutup seluruh usahanya pada tahun 2017. Kegagalan ini bukan semata-mata karena produknya kurang diminati, melainkan akibat kesalahan dalam manajemen perusahaan. Konflik internal keluarga yang tak kunjung usai, kurangnya inovasi untuk menyesuaikan diri dengan pasar modern, serta pengelolaan keuangan yang buruk menjadi faktor utama penyebab kebangkrutan.
Diduga adanya konflik internal yang terjadi di antara anggota
keluarga pendiri perusahaan yang menghambat pengambilan keputusan strategis.
Hal yang umum yang juga terjadi pada Perusahaan-perusahaan lain, khususnya
ketika membahasa mengenai persaingan dan perebutan kekuasaan serta pengelolaan
operasional Perusahaan. Situasi demikian justru melemahkan fondasi bisnis yang
telah kuat sebelumnya. Selain itu, Nyonya Meneer juga gagal beradaptasi dengan
berbagai perubahan preferensi konsumen dan kondisi tren di pasar modern. Di
saat perusahaan lain mulai fokus dan berhasil memperbarui branding serta
mengembangkan produk yang relevan dengan gaya hidup sehat, sebaliknya Nyonya
Meneer justru malah masih tetap bertahan dengan cara-cara lama. Artikel ini
bertujuan untuk mengambil hikmah dan hal-hal positif dari runtuhnya Perusahaan
ternama Nyonya Meneer, guna menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi kalangan
akademisi maupun praktisi.
Lebih lanjut, manajemen sumber daya manusia yang kurang baik juga
turut andil dalam kegagalan ini. Ketergantungan pada salah satu anggota
keluarga dalam mengelola perusahaan menyebabkan kurangnya profesionalisme dan
inovasi. Perusahaan kesulitan bersaing dengan pesaing yang lebih dinamis dan
inovatif.
Selain itu, diduga Manajemen keuangan yang buruk juga menjadi
sorotan utama. Utang perusahaan yang menumpuk dan ketidakmampuan membayar
kreditur semakin memperparah kondisi perusahaan. Dalam sidang Pengadilan Niaga
Semarang Juni tahun 2015, Nyonya Meneer secara sah dinyatakan Pailit karena dari
pihak Kreditur sebagai pihak penggugat, yakni hanya menerima Rp 118 juta dari
total utang Rp 7,04 miliar, yang sudah tentu bukan angka yang sesuai harapan
(Suwarno et al., 2020). Kurangnya strategi restrukturisasi utang yang efektif
membuat Nyonya Meneer sulit bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat
sehingga betul-betul sah dinyatakan pailit.
Kisah kebangkrutan Nyonya Meneer memberikan pelajaran berharga
tentang pentingnya mempelajari manajemen yang profesional, terutama dalam
memahami perusahaan keluarga. Dalam dua dekade terakhir ini, semakin banyak bukti
pengakuan dan penelitian yang menunjukkan bahwa Perusahaan keluarga sudah
semakin mendominasi di wilayah Eropa, Asia, Amerika Selatan, Afrika dan
Sebagian wilayah Amerika Utara, baik sektor usaha skala kecil maupun skala
besar (Chrisman et al., 2024). Dengan demikian, masih menurut Chirsman dkk,
inilah pentingnya memahami terlebih dahulu teori dasar bisnis keluarga baik secara
manajemen, sosiologi, keuangan, dan psikologi serta mampu mengimplementasikan
itu semua ke dalam praktik yang sesungguhnya. Harapannya agar Perusahaan
keluarga (seperti Nyonya Meneer) tidak lagi menjadi issue negatif justru
sebaliknya mampu bertahan hingga jangka waktu yang lama. Kini saatnya perusahaan
keluarga dapat bangkit di Indonesia, dan mampu memberikan kontribusi positif
bagi perekonomian Indonesia.
Penulis, Akib Abdul Majid & M.
Hafriadin Islami (Mahasiswa STIS Al Wafa Bogor). Editor: Finantyo Eddy Wibowo