Keramahan Hati vs Teknologi

rm
0


Republikmenulis.com
-- Dalam moment World Expo 2025 di Osaka,  Kansai, Jepang, yang berlangsung tanggal 13 April hingga 13 Oktober 2025, ada fenomena unik yang bisa kita cermati.  Booth negara Indonesia yang bernama Paviliun Indonesia, bukan saja berhasil membuat bangga kita semua, namun juga menyisakan pelajaran berharga yang amat penting untuk kemajuan dan masa depan bangsa. Paviliun Indonesia selain meraih Silver Award alias juara kedua dari total 150 negara dan 25 organisasi internasional yang berpartisipasi. 


Pameran ini merupakan ajang bergengsi ketiga di dunia setelah Olimpiade dan Piala Dunia, selain memamerkan kemajuan ilmu dan teknologi, pameran ini juga mengusung isu global seperti SDGs, inovasi di berbagai kehidupan dan pembangunan sosial budaya. Bagi Indonesia, Paviliun Indonesia juga berperan sebagai etalase ekonomi dan investasi nasional. Faktanya, sepanjang penyelenggaraan, paviliun ini menjadi tuan rumah bagi lebih dari 104 kegiatan forum bisnis dan one-on-one meeting yang menghasilkan komitmen investasi senilai 28,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 450 triliun. Dari total itu, tercatat 20 Nota Kesepahaman (MoU), sembilan Letter of Intent, dua Joint Venture Agreement, satu Joint Statement, dan 11 kesepakatan jual beli paket wisata. Kolaborasi lintas sektor ini memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis dalam rantai ekonomi global.


Dibalik cerita yang membanggakan, ada esensi dan makna yang ternyata jauh lebih dalam. Menurut laporan dari TV NHK Jepang dan berbagai sumber media, Paviliun Indonesia di World Expo 2025 Osaka mendapat apresiasi positif dan menjadi salah satu paviliun yang paling menarik perhatian pengunjung, terutama warga Jepang. Paviliun Indonesia menjadi sorotan dan berhasil menarik ribuan pengunjung setiap harinya, bahkan saat hujan. Antusiasme warga Jepang terhadap penampilan budaya dan keramahan staf sangat besar. NHK dan media lokal Jepang lainnya juga menyoroti kesuksesan Paviliun Indonesia dalam memikat hati pengunjung melalui keramahan yang tulus dan representasi budaya yang kaya. 


Komunikasi Empati dan Menyebarkan Kegembiraan


Bila ada pepatah, siapa yang berbicara atau berkomunikasi (juga berinteraksi) dengan melibatkan hati, maka akan diterima juga dengan hati. Siapa yang hanya berinteraksi dengan mulut (kata-kata) saja, maka ia hanya akan masuk ke telinga. Berbicara dengan dengan hati, artinya melibatkan emosi, perasaan dan kasih sayang, juga penghormatan atas diri pihak lain sebagaimana layaknya manusia yang juga punya jiwa dan rasa. 


Nah, dari cerita perjalanan hari-hari awal Paviliun Indonesia di Osaka, awalnya ketika dikelola secara formal dan standar layaknya sebuah pameran atau expo, pengunjung yang hadir tidak banyak, dan cenderung sepi. Hari-hari awal setelah pembukaan expo, yang datang pun tak terlihat antusias dan cenderung pasif. Dauri situasi ini, akhirnya para pemandu (Liaison Officer/LO) Indonesia bergerak semakin aktif mengajak partisipasi para pengunjung yang datang. Mereka selain menyanyikan lagu "Yoya Kunashiu" dengan antusias dan penuh kegembiraan, juga selalu mengajak para pengunjung untuk terlibat dialog, menyanyi, menari bahkan mencoba sejumlah alat kesenian yang ada. 


Lagu "Yoyaku nashi de~, sugu haireru.." yang dinyanyikan di Paviliun Indonesia awalnya merupakan yel-yel staf Paviliun untuk menyambut pengunjung agar masuk tanpa perlu reservasi. Lagu ini sendiri artinya adalah "Langsung masuk, tanpa perlu reservasi". Yel-yel ini dinyanyikan terus-menerus dengan penuh semangat dan gerakan tari atraktif. Tak disangka, upaya ini betul-betul menjadi pembeda dengan booth negara lainnya dan benar-benar mampu menarik pengunjung untuk mampir dan masuk ke zona pameran. Ini juga ternyata menjadi semacam pembuktian bahwa orang Indonesia benar-benar ramah dan cenderung selalu optimis dan penuh kegembiraan Ketika bertemu dan berinteraksi dengan siapa saja.  


Lagu "Yoyaku nashi de~, sugu haireru.." tak disangka yang menjadi viral. Lagu yang dikenal juga dengan nama "Yoyaku Nashi" (Tanpa Reservasi), yang awalnya dinyanyikan para staf Paviliun Indonesia saat melakukan yel-yel di Osaka Expo 2025, kemudian semakin populer di Indonesia melalui remix koplo oleh DJ K-FORCE Samplate dan grup vokal NR-GIRLS yang sering dipakai kreator konten di TikTok, YouTube Shorts, dan Reels. Selanjutnya, banyak kreator konten Indonesia yang ikut menggunakan remix tersebut di video mereka, sehingga semakin memperluas penyebarannya. 


Jepang dan Fenomena Hikikomori


Jepang saat ini merupakan negara maju dengan kemajuan pesat di bidang teknologi (robotika, AI, smart city dan inovasi). Kemajuan ini mendukung ekonominya yang kuat, termasuk sektor manufaktur, elektronik, otomotif, dan perikanan yang canggih. Namun, Jepang juga menghadapi tantangan seperti pertumbuhan ekonomi yang stagnan, populasi yang menua, dan masalah digitalisasi. Dengan penduduk yang berjumlah sekitar 123-127 juta jiwa, kini menjadika Jepang sebagai negara terpadat ke-9 atau ke-12 di dunia. Masalah sosial serius juga muncul di Jepang, yakni masalah krisis populasi akibat angka kelahiran yang sangat rendah, yang diprediksi akan terus menyusut. 


Pada tahun 2024, tercatat 88,3% dari 123,4 juta penduduk Jepang aktif menggunakan platform sosial . Totalnya sekita Jepang memiliki 104,4 juta pengguna internet, setara dengan 84,9% dari total populasi. Pengguna media sosial di Jepang berjumlah 96,00 juta (78,1% dari total populasi). Namun, berbeda dengan pasar Barat, konsumen Jepang menunjukkan preferensi yang berbeda terhadap platform yang mengutamakan privasi dan terintegrasi dengan utilitas. Infrastruktur digital Jepang menyediakan fondasi bagi salah satu ekosistem media sosial tercanggih di dunia. Namun, ada karakteristik perilaku unik yang membedakannya dari lingkungan digital Barat.


Dengan komposisi demografis etnis Jepang yang mencapai 97%, ingkungan digital di Jepang menjadi monokultural yang khas. Homogenitas ini menciptakan kehidupan yang mendalam, terasa terus menerus sama bahkan cenderung membosaankan. Rutinitas sehari-hari juga menyebabkan orang Jepang  kurang terbuka pada orang asing. 


Fenomena Hikikomori yang khas Jepang, yang cenderung menunjukan orang Jepang yang tidak mau terbuka, kini juga menjadi isu sosial yang serius. Fenomena ini juga kadang disebut layaknya "petapa modern" di mana sebagian orang mengasingkan diri dari kontak sosial dan tidak meninggalkan rumah selama bertahun-tahun. Fenomena ini bukan sekadar kemalasan atau kepribadian introvert, melainkan penarikan diri yang secara psikologis merupakan ketidakmampuan menghadapi tekanan sosial, ekspektasi tinggi, kegagalan, atau perundungan. 


Tekanan ini semakin parah ketika dipicu oleh tekanan sosial modern dan isolasi digital. Isolasi yang berkepanjangan sendiri bisa berbahaya karena dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius seperti depresi, kecemasan, harga diri rendah, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri. Mereka yang menjadi pelaku hikikomori sering kali aktif di malam hari dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan kegiatan di dalam ruangan seperti menggunakan komputer, bermain game online, menonton TV, atau membaca. 


Saat ini, perkiraan jumlah individu hikikomori di Jepang bervariasi. Menurut survei Kantor Kabinet Jepang pada tahun 2023 menunjukkan sekitar 1,46 juta orang (sekitar 2% dari populasi berusia 15-64 tahun) berada dalam kondisi Hikikomori. Data lain dari tahun 2023 menyebutkan sekitar 840.000 orang, di mana 36% di antaranya berusia di atas 60 tahun, menunjukkan masalah ini juga dialami oleh populasi yang lebih tua. Sejumlah peneliti dari Universitas Yale berpendapat bahwa maraknya internet mungkin menjadi pendorong penyebaran fenomena ini secara global ke luar Jepang. 


Hati Yang Gembira Adalah Obat


Hikikomori layak disebut penyakit sosial. Dengan perkembangan teknologi digital dan maraknya sosial media, fenomena ini menjadi kian kompleks. Hal ini tentu saja membutuhkan dukungan klinis dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja, hingga kantor layanan kesehatan guna untuk perbaikan dan pemulihan bagi individu agar bisa kembali berintegrasi dengan Masyarakat secara normal. 


Hikikimori yang dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental, maka langkah terbaik yg bisa dia lakukan adalah berkonsultasi kepada profesional kesehatan. Namun, hikikimori dapat dicegah dengan setiap individu idealnya memiliki hati yang gembira. Ini memang sebuah nasihat kuno sejak ribuan tahun lalu. Kalimat "Hati yang gembira adalah obat" sering kita temui pada lebel obat dari apotik yang kita beli. Kalimat ini sendiri ternyata sangat relevan dg dunia kesehatan modern. Senyum dan tertawa adalah ciri sederhana yg menunjukkan suasana hati gembira.


Ada banyak manfaat kegembiraan hati yang dimiliki seseorang, diantaranya : memperbaiki mood dan perasaan, tubuh akan mengeluarkan hormon endorfin yaitu hormon anti stress, mengurangi cemas dan depresi, hormon stres seperti kortisol dan norepinefrin akan berkurang, meningkatkan hubungam relasi dengan orang lain, karena senyum dan tertawa dapat menstimulasi perasan positif dan koneksi relasi yang baik dengan orang sekeliling serta menjauhkan emosi emosi negatif karena senyum dan tertawa adalah distraksi yg baik untuk hal itu. Hal lainnya bisa juga untuk meningkatkan imunitas tubuh, tubuh akan memproduksi antibodi dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh saat senyum dan tertawa. Dan ternyata senyum dan tertawa juga adalah obat mujarab, karena akan mengurangi rasa sakit alami yang diderita. Ini tak lain karena ketika sesorang tersenyum dan mampu tertawa, maka ia akan mengeluarkan endorphin yang merupakan morfin alami yg diproduksi tubuh untuk pereda nyeri.


Bersatu dan Bergembira dalam Budaya Yang Berbeda


Akhirnya, lagu "Yoyaku nashi de~, sugu haireru..", tidak sesederhana artinya yang meneriakan dan menyanyikan nada gembira yang artinya : "Langsung masuk, tanpa perlu reservasi". Dari yang semula interaksi ini bertujuan hanya ingin mengajak pengunjung untuk masuk ke Paviliun Indonesia tanpa harus membuat janji terlebih dahulu, dengan cara yang ceria dan hangat, lantas berubah menjadi interaksi yang unik yang membuat pengunjung terkesan dan memberikan perasaan gembira yang mendalam. Belum lagi suguhan aneka pertunjukan tari, nyanyian serta budaya Indonesia yang secara keseluruhan disampaikan secara interaktif dengan penuh senyuman ketulusan dan riang gembira.    


Pengaruh dan dampak positif kehadiran Paviliun Indonesia tidak hanya memperkenalkan budaya, tetapi juga berdampak ekonomi dengan menghasilkan potensi minat investasi yang signifikan, jauh melampaui target awal. Di samping itu, ia juga berubah menjadi model baru bagi pelaksanaan pameran serupa di seluruh dunia karena pendekatannya yang ramah dan interaktif, juga menebar suasana persahabtan dan kegembiraan yang tulus. Dalam perkembanganya, pameran yang berisikan kemajuan teknologi dan inovasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia bagi komunitas asing di seluruh dunia memang penting, namun cerita tentang ketulusan dan keramahan berbalut budaya dan seni yang penuh interaktif justru akan membangun bonding yang baik dengan siapapun. 


Bukti kehadiran 3,5 juta pengunjung yang hadir ke Paviliun Indonesia menunjukan bahwa ada perhatian lebih yang diberikan warga Jepang. Yang lebih mencengangkan, justru banyaknya pengunjung yang menangis haru ketika Paviliun Indonesia akan berakhir. Banyak yang seolah tidak rela kebersamaan yang telah terjalin akhirnya selesai. Keberhasilan dan kesuksesan Paviliun Indonesia di Expo 2025 di Jepang tidak hanya menunjukan betapa dihargainya keberadaan kita sebagai sebuah bangsa, namun lebih dari itu, kita dianggap dekat dan mampu membangkitkan kegembiraan dan kehangatan antar manusia. Orang-orang Jepang yang selama ini terkesan cuek, dingin dan introvert, dengan “guncangan” yel-yel sederhana berbalut hati yang tulus ternyata bisa menerima kegembiraan yang dipancarkan anak-anak muda yang tak dikenal dan yang datang dari jauh, hanya untuk menyapa mereka dan mengajak mereka menikmati hidup dengan cara tak biasa.


Paviliun Indonesia mampu mewarnai cara interaksi orang Jepang yang selama ini cenderung kaku, dan apa adanya. Dengan ajakan mengunjungi pameran, menari, menyanyi dan berinteraksi secara tulus, tiba-tiba terulur semangat yang sama, bahwa sasama manusia punya bahasa universal yang menyatukan siapapun melewati batas-batas ras, agama, bahasa dan perbedaan-perbedaan lainnya, dan tak lain bahasa pemersatu ini adalah bahasa kalbu. Hati yang tulus dan gembira melahirkan senyum yang merekah indah dan selanjutnya melahirkan  rasa yang sama yang seolah mendekatkan satu sama lain dalam jalinan sesama manusia.    


Dari peristiwa ini kita belajar bahwa untuk menjadi dekat, diterima dengan baik layaknya seorang sahabat, tak harus hebat, canggih dan tampak penuh beragam kemampuan dan atribut yang ada. Hati yang tulus, penuh empati dan merasa sebagai manusia biasa, ternyata mampu mendorong kita tampil apa adanya, mencapai kedalaman hubungan yang asyik tanpa perbedaan kasta, sejarah masa lalu dan banyaknya perbedaan yang ada. Dengan bahasa kalbu, kita semua bergerak, bersama dan bergembira menikmati kehidupan ini dengan penuh syukur dan rasa terima kasih atas setiap anugerah, pencapaian dan apapun yang kita raih dan kita terima di kehidupan kita saat ini. Ketika hidup fokus pada pada kehidupan yang selalu positif, kita akan merasakan alam sekitar, lingkungan kehidupan kita, termasuk orang-orang terdekat dan juga keluarga, seolah semua bersahabat dan mendukung kita menjadi manusia utuh yang mulia. Bukankah kemuliaan dan penghargaan, tak bisa dipaksa. Ia akan tumbuh alami, layaknya jamur yang menikmati alam paska hujan yang datang di kehidupan. Alam semesta, punya cara membalas yang setimpal dan adil. Bagaimana kehidupan akan mewarnai kita, tergantung warna apa yang selama ini kita kumpulkan dan kelola dalam hidup kita selama ini. inilah cara alam (dan pastinya Tuhan) mengajarkan selalu pada makhluk-Nya untuk tak pernah meninggalkan Sang Pencipta barang sedetik-pun. Agar setiap balasan, juga anugerah, senantiasa ada dalam lindungan dan kehendak-Nya.

Wallahu’alam bishowwab.

Penulis @Nana Sudiana. #Ditulis di Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api Pasar Senen, Menjelang Siang 8 November 2025

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)