Creative Economic e-Agribisniss Program (CEeP): Upaya Peningkatan Daya Saing UMKM Menuju Era Asean Economic Community

rm
0


Oleh Juli Purnomo (
Mahasiswa Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta)

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah. Potensi tersebut sebagian besar terdapat pada sektor pertanian. Pertanian dalam arti luas terdiri dari sub sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, hortikultura, peternakan, perikanan dan kelautan. Luasnya potensi tersebut belum sebanding dengan tingkat pemanfaatan maksimal akan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Selama ini proses pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sebagian besar masih terbatas pada penjualan produk bahan mentah, yaitu produk yang belum mengalami proses penanganan bahan dan pengolahan menjadi produk lain. Indonesia tentu akan sangat rugi ketika negara lain dapat mengolah produk bahan mentah dari Indonesia dan produk baru yang dihasilkan juga dipasarkan di Indonesia. Dalam hal ini, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap pemanfaatan produk-produk pertanian di pedesaan mutlak diperlukan.

Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberi peluang bagi UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung menggunakan modal besar (capital intensive). Eksistensi UMKM memang tidak dapat diragukan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja, Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi (Sudaryanto dan Hanim, 2002).
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi tersebut, sekarang ini Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi menjadi permasalahan yang serius. Potensi SDA yang melimpah di daerah pedesaan tidak akan ada artinya apabila tidak di dukung oleh kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola potensi tersebut. Terbatasnya kualitas SDM ini menyebabkan potensi SDM yang ada kurang produktif dan kualitas produk UMKM belum berkembang pesat bahkan banyak yang belum standar. Kualitas SDM yang ada disebabkan karena kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan. Padahal teknologi informasi pada era modernisasi dan globalisasi sekarang ini menjadi aspek yang sangat diperlukan. Perkembangan produk-produk UMKM sangat pesat dan efisien dengan sistem integrasi pemasaran melalui e-business atau e-commerce ini.

e-Agribusiness adalah e-commerce atau e-business di bidang bisnis pertanian. e-business dapat diartikan sebagai kegiatan bisnis melalui jasa elektronika. Karena kegiatan bisnis itu pada dasarnya adalah transaksi barang dan jasa, maka e-business adalah transaksi barang dan jasa dengan menggunakan jasa elektronika. Bila komoditasnya pertanian, maka sering digunakan istilah e-Agribusiness. Keunggulan dari e-Agribusiness ini yaitu menghemat biaya, menghemat waktu, mengintegrasikan supply chain secara lebih mudah, dan singkat, menjadi ajang promosi yang mendunia dengan biaya murah, merupakan diversifikasi pembentukan keuntungan perusahaan, memperpendek product cycle, dan meningkatkan customer loyality (Soekartawi, 2007).

Adanya e-Agribusiness ini dapat memacu adanya pertumbuhan ekonomi kreatif pada UMKM. Pengembangan tingkat usaha ekonomi kreatif di daerah pedesaan masih sangat rendah. Tingkat pendidikan masyarakat pedesaan yang sebagian besar masih rendah menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan dan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan usaha dan mengolah produk. Kurangnya adopsi teknologi juga menjadi faktor penting dimana pesatnya perkembangan teknologi membuat para pelaku usaha harus dapat segera menyesuaikan dengan keadaan pasar. Perubahan selera konsumen dan keadaan pasar membuat pemahaman masyarakat dalam usaha ekonomi kreatif perlu ditekankan.

Apabila tidak adanya perhatian dan kepedulian khusus yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan, maka produk pertanian maupun agroindustri lokal di pedesaan akan kalah saing dengan produk dari negara lain. Bahkan pada jangka panjang, produk-produk lokal akan lenyap dan berhenti berproduksi. Permasalahan ini tentu akan sangat berpengaruh terkait kuat lemahnya produk lokal Indonesia dapat bersaing di era ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dimulai pada akhir tahun 2015.

Sebagaimana dorongan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mendorong usaha kecil meningkatkan kualitas dengan menyesuaikan produknya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Asisten Deputi Urusan Produktivitas dan Mutu Kementerian Koperasi dan UKM Emilia Suhaimi mengatakan, langkah itu diharapkan dapat membantu produk UKM dalam negeri bersaing dengan barangbarang impor yang akan masuk dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Kekhawatiran akan daya saing produk lokal muncul sejak dibukanya perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) pada 2010 yang telah menyebabkan banyak produk buatan Negeri Panda merambah masuk pasar lokal dengan harga lebih murah dari produk UKM Indonesia.

Adanya ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat semua pelaku bisnis dan usaha dari berbagai skala untuk dapat mempersiapkan sedini mungkin agar produk-produk yang dimiliki memiliki tingkat daya saing, keamanan produk, dan mutu produk yang berkualitas tinggi. Persaingan yang terjadi tidak hanya antarsesama pelaku usaha lokal saja, tetapi juga persaingan produk dari Negara ASEAN lainnya yang akan dengan bebas masuk ke Indonesia. Persiapan matang bagi produk-produk lokal Indonesia tentu harus sudah dilakukan, hal ini sebagai upaya agar Indonesia tidak hanya sebagai konsumen saja namun juga sebagai produsen yang memiliki produk berdaya saing tinggi.

Berdasarkan permasalahan utama dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi informasi tersebut dibutuhkan peran dari semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan daya saing UMKM dan perekonomian masyarakat pedesaan. Salah satu peran atau upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP), yaitu upaya yang dapat dilakukan oleh pemuda yang berkoordinasi dengan kelompok tani, penyuluh lapang pertanian, perusahaan agribisnis, dan instansi pemerintahan daerah setempat. Program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat khususnya pelaku UMKM, mengembangkan teknologi informasi di daerah pedesaan, memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) menjadi produk usaha ekonomi kreatif, dan meningkatkan daya saing UMKM melalui produk-produk yang berkualitas. Selain itu, UMKM yang berkembang pesat, dalam jangka panjang akan meningkatkan perekonomian pedesaan.
Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP) ini memiliki 5 tahap. Tahap pertama yaitu melakukan survei kepada masyarakat atau kelompok tani di desa atau wilayah sasaran. Tahap kedua yaitu menghubungi sumber atau informan yang terpercaya seperti penyuluh lapang pertanian, akademisi pada ilmu yang berhubungan, maupun dari ahli perusahaan agribisnis. Tahap ketiga yaitu membuat agenda perkumpulan maupun pelatihan dengan masyarakat setempat. Tahap keempat yaitu implementasi program Creative Economic Program (CEeP). Sedangkan tahap yang terakhir yaitu evaluasi program dan pelaksanaan keberlanjutan program.

Tahap pertama yaitu melakukan survei kepada UMKM di desa atau wilayah. Pemuda, pemerintah dan berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap UMKM, pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), dan peningkatan perekonomian pedesaan dapat saling berkoordinasi untuk melakukan survei dan terjun langsung kepada masyarakat. Pada survei ini dilakukan analisis potensi produk UMKM yang ada, kemudian di ikuti identifikasi permasalahan-permasalahan pada produk UMKM dan kualitas UMKM nya yang kurang berkembang, dan identifikasi penyebab dari permasalahan tersebut. Tahap ini juga mampu mengetahui seberapa besar tingkat teknologi, informasi dan komunikasi yang digunakan dalam UMKM.

Tahap kedua yaitu membuat agenda perkumpulan maupun pelatihan dengan masyarakat setempat. Setelah pemuda mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dan menghubungi sumber yang ahli dalam mengatasi permasalahan tersebut, selanjutnya yaitu menghubungi kembali kelompok tani maupun masyarakat setempat untuk melakukan proses perkumpulan dan saling berbagi informasi. Agenda dapat dibuat sesuai dengan kesepakatan bersama berapa kali dalam satu bulan. Setelah adanya kesepakatan untuk membuat agenda perkumpulan, selanjutnya yaitu melaksanakan atau mengimplementasi program Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP).

Tahap ketiga yaitu menjalin program kemitraan dengan pemerintah setempat, Dinas Koperasi dan UMKM setempat, para pelaku e-Agribusiness dan ahli terkait yang mengetahui prinsip-prinsip usaha, manajemen, dan agribisnis. Adanya tahap menjalin kemitraan ini dimaksudkan agar masyarakat mendapat informasi dan praktik dari para ahlinya. Apabila hanya mengandalkan dari pemuda saja, maka terdapat kemungkinan unsur ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap para pemuda. Dinas Koperasi dan UMKM setempat harus benar-benar terjun. Sumber dari perusahaan agribisnis setempat memiliki peran untuk mengajarkan manajemen dalam proses pengembangan usaha ekonomi kreatif lokal.

Tahap keempat yaitu implementasi program Creative Economic Program e-Agribusiness (CEeP). Setelah pemuda menghubungi informan dan membuat kesepakatan kepada masyarakat untuk mengadakan perkumpulan, selanjutnya yaitu melaksanakan program CEeP. Pemberdayaan kepada UMKM menekankan pada aspek pemberian informasi terkait pengolahan produk tertentu potensial menjadi suatu produk yang lebih memiliki nilai jual tinggi. Hal ini berdasarkan informasi yang di dapat dari e-Agribusiness.

Pelaku UMKM memerlukan pembinaan, pengawasan, pelatihan, dan pemberian bantuan untuk mendukung usaha. Pelaksanaannya dapat dibantu oleh praktisi yang ahli dalam pengolahan produk, pengusaha yang ahli dalam mengelola suatu usaha dari persiapan sampai berjalannya usaha, praktik dan bantuan langsung dari Dinas Koperasi dan UMKM, dan pakar-pakar ahli lainnya.

Pemuda masyarakat pedesaan dalam hal ini bisa pemuda pemilik UMKM memiliki peran penting dalam hal pemanfaatan teknologi informasi yang sudah berkembang dan berkaitan dengan pengembangan serta pemasaran produk UMKM. Salah satu alternatif dalam memberdayakan pemuda yaitu dengan menggunakan e-Agribusiness. Pemuda yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam mengolah akses informasi harus dapat benar-benar diberdayakan. Pemanfaatan e-Agribusiness ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemuda di wilayah pedesaan untuk mempelajarinya. Pemberdayaan dilakukan dengan adanya pelatihan pembuatan akun-akun media sosial, blog/website, booklet, pamflet, dan sejenisnya guna sebagai media pemasaran produk-produk UMKM. Selain itu juga bertujuan untuk memperkenalkan produk UMKM masyarakat nelayan ke lingkup yang lebih luas. Selain itu masyarakat juga dilatih untuk melakukan pemasaran produk yang efektif dan di dukung sistem pemasaran yang mengikuti perkembangan jaman. Hal ini merupakan salah satu dari peran pihak perusahaan agribisnis setempat untuk mengembangkan produk usaha ekonomi kreatif masyarakat.

Upaya peningkatan kualitas SDM ini akan memiliki pengaruh besar dalam peningkatan kualitas produk dan layanan UMKM, terutama kualitas dan standarisasi produk UMKM. Manajemen mutu produk (Quality Control) menjadi aspek yang sangat diperhatikan.

Disamping meningkatkan kualitas SDM, namun juga kualitas produk. Pasalnya, kualitas produk di negara-negara ASEAN lain sudah semakin berstandar dan tinggi, sehingga kalau hal ini tidak segera dibenahi di UMKM Indonesia, maka akan cukup sulit bagi Indonesia untuk bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada akhir tahun 2015. Tujuan jangka panjang lainnya, akan munculnya inovasi dan diversifikasi produk-produk UMKM yang masih belum banyak pesaingnya dengan produk negara ASEAN lain. Hal ini karena program CEeP ini menekankan pada peningkatan ekonomi kreatif masyarakat setempat.

Tahap yang terakhir yaitu evaluasi program dan pelaksanaan keberlanjutan program. Suatu program tidak akan berjalan lancar tanpa adanya evaluasi program. Evaluasi dapat dilaksanakan setelah pelaksanaan Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP) dan evaluasi rutin yang dapat dilakukan satu bulan sekali. Kekurangan-kekurangan program dapat menjadi perbaikan kedepan. Sehingga pelaksanaan program dapat berkelanjutan dan sebagai upaya mempersiapkan produk lokal menghadapi ASEAN Economic Community.

Berdasarkan penjelasan Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP) tersebut, dapat disimpulkan bahwa program CEeP dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing UMKM. Melalui pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kualitas SDM dan produk UMKM, meningkatkan akses informasi dan teknologi melalui e-Agribusiness, serta meningkatkan inovasi dan diversifikasi produk UMKM berbasis usaha ekonomi kreatif. Adanya peningkatan daya saing UMKM melalui program Creative Economic e-Agribusiness Program (CEeP) ini akan menjadi salah satu strategi Indonesia dalam dalam mempersiapkan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada akhir tahun 2015 ini.

DAFTAR PUSTAKA

Soekartawi 2007. e-Agribusiness: Teori dan Aplikasinya. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007 (SNATI 2007) Yogyakarta, 16 Juni 2007.
Sudaryanto dan Hanim,Anifatul. 2002. Evaluasi kesiapan UKM Menyongsong Pasar Bebas Asean (AFTA) : Analisis Perspektif dan Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, Vol 1 No 2, Desember 200

Penulis adalah Juli Purnomo, Mahasiswa Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tulisan ini merupakan karya peserta Olimpiade Menulis 2015 yang digelar Forum Pemuda Bangun Negeri (FPBN).

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)