Ekonomi Syariah Sebagai Solusi Mengatasi Kemiskinan

rm
0

 


Kemiskinan adalah sebuah fenomena yang telah terjadi dari zaman nabi-nabi terdahulu, yang diciptakan oleh ALLAH SWT yang bertujuan untuk menguji para hamba-nya agar selalu bersabar dan taat kepada ALLAH SWT. Fenomena ini akan selalu ada di muka bumi ini, walaupun angka kemiskinan di berbagai negara itu berbeda-beda. Secara pribadi manusia, tidak ada seorang pun yang menginginkan kemiskinan. Tidak hanya karena serba kekurangan dari segala aspek dan materi, tapi juga jika seseorang mengalami kemiskinan, mereka akan dikucilkan dan direndahkan oleh orang-orang yang memiliki kekayan diatas mereka. Jadi kemiskinan harus kita lawan dan harus dikurangi agar manusia bisa lebih bermartabat dan terlindungi dari segala aspek dan materinya. 


Abu Dzar al-Ghifari mengibaratkan kemiskinan itu menjadi penyebab kekufuran sebuah negeri. “Apabila kemiskinan masuk pada suatu negeri, maka kekufuran akan berkata pada kemiskinan itu, bawalah aku bersamamu”. Dalam pandangan ekonomi Syariah kemiskinan diartikan sesuatu tidak terpenuhinya kebutuhan bahan pokok dan kesehatan kepada diri manusia secara menyeluruh, juga tidak meratanya distribusi bahan pokok terhadap manusia yang membutuhkan. Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi manusia. 


Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, orang yang di kategorikan orang miskin adalah jika seseorang yang pendapatannya setiap hari kurang dari Rp. 10.000. Oleh karena itu, harus ada sebuah terobosan baru, besar dan solusi konkrit untuk mengatasi kemiskinan yang setiap hari semakin bertambah. Ekonomi Syariah sebagai disiplin ilmu baru, berusaha untuk memberikan solusi dan perspektif baru dalam menyelesaikan kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan ekonomi masyarakat. 


Fenomena kemiskinan termasuk kedalam sebuah masalah di berbagai negara. Menurut Bank Dunia, klasifikasi penduduk miskin berpendapatan di bawah 1 Dolar. Alasan terjadinya kemiskinan terjadi karena berbagai macam faktor, yaitu: Monopoli; tingkat Pengangguran yang tinggi; Inflasi; Upah minimum yang tidak memadai; dan lain-lain. 


Jumlah kemiskinan di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan. Tetapi, pada tahun 2023 sekarang, angka kemiskinan mengalami penurunan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan pada September 2022 yaitu mencapai 9,57% dan menurun pada Maret tahun 2023 yaitu mencapai 9,36%Hal ini di akibatkan karena menguatnya aktivitas ekonomi, menurunnya angka pengangguran, serta inflasi semakin terkendali. Tidak hanya itu, ekonomi syariah juga memiliki peran dalam upaya penurunan angka kemiskinan tersebut. 


Dalam ajaran agama islam, umat muslim diajarkan untuk saling tolong menolong dalam kehidupan. Untuk menolong sesama manusia, kita diajarkan untuk saling memberi kepada sesama. Hal tersebut juga ada dalam Al Qur’an surat Al Hadid ayat 18, surat Al Baqarah ayat 254 dan 261. Kita bisa melakukannya dengan sedekah, zakat, hadiah, dan lainnya. 


Dalam ekonomi syariah juga mengikuti hal-hal yang berkaitan dengan syariah, seperti: mengelola dan menyalurkan zakat, sedekah dan sejenisnya mengembangkan sumberdaya manusia yang kompeten dan amanah untuk kepentingan hidup di masa depan yang berkelanjutan; tidak adanya sistem bunga atau ribawi dalam transaksi; dalam praktik perbankan syariah beberapa skema pinjamannya menggunakan akad bagi hasil dengan mempertimbangkan berbagai analisis risiko; menggabungkan antara nilai spiritual dan material; dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan adanya kombinasi dan perpaduan unsur-unsur tersebut, maka ekonomi syariah bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemiskinan yang ada di muka bumi ini. 


Faktanya, memang benar kemiskinan itu ialah suatu kondisi di saat manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya seperti makanan, minuman, pakaian, dan lainnya Sebelum lebih lanjut menyimpulkan,  ada baiknya kita simak terlebih dahulu kisah menarik dibawah ini, sebut saja kisah Pak Ghani sebagai berikut: Pak Ghani sedang berpergian menuju suatu tempat dan pada saat dijalan Pak Ghani melihat ada seorang ibu beserta anak-anaknya yang masih balita, dengan tampilan yang terbilang kurang layak sedang berjualan kerupuk, dimana kerupuk tersebut dijual dengan harga Rp. 2.000,00 per bungkus. Pak Ghani pun membeli 2 bungkus kemudian membayar dengan uang Rp. 50.000,00. Ibu tersebut bilang ke Pak Ghani “Maaf pak uangnya kebesaran.” Pak Ghani pun menjawab “tidak apa-apa bu, kembaliannya buat jajan anak-anaknya saja.” Lalu ibu tersebut terharu sekaligus dengan raut wajah gembira mengucapkan banyak terima kasih ke Pak Ghani serta mendoakan supaya rezeki Pak Ghani bertambah banyak. Kisah ini sangat sederhana namun sarat maknanya. 


Dari cerita singkat itu, dapat kita petik hikmahnya, bahwa seseorang yang dikatakan kurang mampu ketika mendapatkan sebuah rezeki maka langsung merasasangat senang dan bersyukur luarbiasa serta secara spontan dan penuh ketulusan mendoakan seseorang yang telah membantunya. Mendoakan agar rezekinya semakin banyak. Sedangkan ada beberapa orang di luar sana ketika mendapatkan rezeki yang (mungkin) lebih banyak dari orang di cerita tersebut, masih saja selalu merasa kurang cukup dan kurang mensyukuri nikmat yang ada. Jadi istilah kemiskinan itu sendiri bukan hanya sekedar kekurangan materi saja, tetapi adanya perasaan kurang cukup dan kurang bersyukur terhadap rezeki yang ada, maka itu pun dapat dikategorikan sebagai “kemiskinan”. Mental “Miskin” seperti inilah yang harus segera diluruskan dan sepatutnya tidak dimiliki oleh umat muslim. Bukankah dalam islam kita diperintahkan untuk selalu bersyukur? Sebagaimana dalam Al Qur’an yaitu surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:


وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ 

7. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” 


Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah dan tidak mengingkari nikmat yang telah ada, semoga kita juga senantiasa menjadi bagian yang aktif membantu sesama saudara kita yang membutuhkan melalui Zakat, infaq, sedekah, wakaf, dsb. Sekecil apapun bantuan kita, itu berarti kita telah mampu turut andil terlibat dalam perekonomian syariah, dan pada akhirnya menjadi solusi bagi kemiskinan di sekitar kita. Wallahu A’lam Bishawab. 


(Penulis adalah Bilal Akhbar Prananta & Rifqy Fanany, Prodi Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Al Wafa. Editor: Finantyo Eddy Wibowo)

 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)